Kelompok Aza - Aza Fighting

Transformasi Nilai - Nilai





Anggota :

Fiatul Chasanah F1B008044

Edi Andriyanto F1B006074

Astri Astuti F1B008008

Rosiane Yan F. F1B008064

Zaula Rizqi A. F1B008098



Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas terstruktur

Mata Kuliah Pengembangan Organisasi


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

TRANSFORMASI NILAI-NILAI

Setiap perubahan selalu mendapat nilai-nilai baru. Nilai-nilai yang baru itu dapat dibawa oleh generasi baru yang masuk belakangan dalam sebuah organisasi, namun dapat juga dibentuk oleh keadaan yang berasal dari luar organisasi terhadap karyawan yang sudah lebih dulu dalam organisasi. Nilai-nilai yang dianut oleh organisasi sering mengalami apa yang disebut dengan evolusi. Misalnya saja evolusi yang terjadi pada dunia pendidikan yang bermula dari awal kesederhanaa, terpusat pada guru dan subsidi pemerintah. Suatu ketika dunia pendidikan berubah menjadi kegiatan usaha komersial, non subsidi, berpusat pada pelayanan/custumer, dan cenderung mengedepankan persaingan.


Manajemen perubahan, suka atau tidak suka, harus menyentuh transformasi nilai-nilai. Tampa menyentuh dan melakukan transformasi nilai-nilai, manusia-manusia dalam suatu institusi akan tetap melakukan hal-hal yang sama dengan cara-cara sama seperti yang dilakukan masa lalu.


Dalam bab ini akan dibahas berbagai hal yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin dalam melakukan transformasi nilai-nilai institusi. Selama masa transisi sangat mungkin budaya suatu institusi terkontaminasi oleh nilai-nilai yang datang, baik secara alamiah sebagai dari proses transformasi itu sendiri, maupun datang secara liar dan random dari luar institusi. Deal & Kennedy (1998) mencatat, setidaknya ada 7 budaya negatif yang mempengaruhi organisasi dalam masa transisi, antara lain:


1. Budaya Ketakutan (culture of fear)

Perubahan menimbulkan rasa tidak pasti dan kurang nyaman bagi mereka yang tidak memegang kendali. Misalnya, pengurangan jumlah karyawan dan posisi dalam organisasi menimbulkan kecemasan-kecemasan, baik dikalangan yang akan mendapat giliran PHK maupun yang tidak. Dalam setiap perubahan selalu saja ada orang-orang atau kelompok yang dianggap sebagai pemenang karena memperoleh keuntungan, dan yang dianggap sebagai pihak yang kalah akan merasa takut akan perubahan itu. Berikut ini tips-tips untuk mengurangi rasa takut dan cemas dalam melakukan transformasi nilai-nilai:
  • Berikan transformasi melalui keterlibatan mereka dalam merumuskan transformasi bukan dengan mengkomunikasikan perubahan satu arah. Partisipasi dalam kelompok sasaran perubahan dapat dilakukan dengan cara mengajak mereka mendiskusikan.
  • Biarkan anggota organisasi mengontrol issue secara terbuka dan menumbuhkan suasana saling percaya.
  • Ciptakan suasana terbuaka dan komunikasikan dengan jelas setiap langkah yang di ambil.
  • Berikan kompensasi yang adil pada pihak-pihak yang kalah.
  • Ciptakan kemenangan-kemenangan jangka pendek dan berikan penghargaan.
  • Berikan fasilitas-fasilitas untuk megatasi ketakutan.

2. Budaya Menyangkal (culture of denial)

Terhadap sesuatu yang berubah, manusia tidak dengan serta merta cepat menerimanya. Mereka mulannya justru menyakal. Ketika suatu yang biasanya ditemui hilang atau berubah, manusia punya kecenderungan menyangkal.


3. Budaya Kepentingan Pribadi

Dalam situasi yang nerubah akan ada banyak pihak yang lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan pribadinya. Masing-masing orang akan berupaya mengamankan kepentingan-kepentingan yang melekat pada dirinya.


4. Budaya Mencela

Ketika orang-orang mulai mengedepankan kepentingan pribadinya maka tidak akan ada lagi respek dari para pengikut. Orang-orang akan saling mencela dan sinis terhadap perilaku dan tindakan atasan dan kolega mereka yang terlalu mengedepankan urusan-urusannya sendiri.


5. Budaya Tidak Percaya

Kepercayaan adalah perekat bagi suatu organisas. Ketika respek sudah tidak ada lagi dan orang-orang saling mengedepankan kepentingan pribadinyaa, yang ada hanya rasa saling tidak percaya. Tampa kepercayaan, otoritas tidak lagi memberikan makna.


6. Budaya Anomi

Transisi biasanya diikuti dengan peristiwa-peristiwa penggabungan dan pemisahan bagian-bagian, unit-unit usaha, dan sebagainya. Kalau pemimpin tak cukup kuat dan pengelolaan transisi tidak sempurna, semua ini bisa menimbulkan efek anomi, yaitu kehilangan jati diri atau identitas diri. Orang-orang yang kehilangan jati diri dapat digambarkan bagai orang yang berpakaian tidak apda tempatnya. Buntut dari kehilangan identitas kultural adalah perasaan ketergantungan dan merasa salah terus.


7. Budaya Mengedepankan Kepentingan Kelompok

Tidak semua perasaan tidak senang terhadap situasi abru dapat dinyatakan secara terbuka oleh manusia. Perasaan-perasaan tidak senang ini dapat diungkapkan dalam bentuk nostalgia. Biasanya nostalgia akan bergerak dalam lingkungan yang homogen, yaitu subkultur seperti kelompok profesi, angkatan saat masuk, kelompok etnis, kelompok agama, dan seterusnya. Munculnya kelompok seperti ini kalau terus menerus dan disertai tekanana akan mengancam kesatuan institusi.


Ada banyak sebab nilai-nilai laten tersebut tumbuh pada masa transisi, pertama, perubahan biasanya menjadi tuntutan yang merata di banyak lembaga, akibatnya keresahan bukan hanya menjadi milik karyawan di satu lembaga saja, keresahan terjadi dimana-mana. Akibatnya perasaan kecewa, takut, marah, dsb mudah ditemui. Kedua, kita tengah berada di sebuah hempasan gelombang besar yang memutuskan rantai ekonomi lama denga sebuah mata rantai ekonomi baru yang benar-benar berbeda. Ketiga, hubungan yang merekatkan individu-individu bergeser ke satu titik, yaitu pemeganag saham. Pergeseran ini diakibatkan oleh semakin mendominasinya peranan pasar modal dan lembaga perbankan dalam perekonomian. Akibatnya hubungan saling percaya yang bersifat saling memberi antara pekerja dengan pemberi kerja.


Hubungan sosiologi antara karyawan dengan pemberi kerja merupakan faktor penting dalam membangun budaya organisasi yang positif. Manusia memerlukan kepercayaan dalam bekerja. Kepercayaan menimbulkan keyakinan, harapan, dan simbol kesatuan yang mendorong mereka terus bekerja, membangun spirit kebersamaan, dan memberikan arti bagi kehidupan. Jadi tempat kerja bukan sekedar terminal istirahat, melainkan memberikan arti simbolis tertentu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Memanfaatkan Budaya Perusahaan

Budaya korporat berkaitan erat dengan strategi. Strategi ini dirumuskan oleh para pimpinan puncak dengan mengaitkan kedudukan institusi dalam lingkungannya. Dengan membentuk budaya yang cocok diantara orang-orang di dalam perusahaan, perusahaan akan lebih mudah bersaing dan meraih keberhasilan. Sehingga, budaya korporat adalah sesuatu yang secara sengaja direkayasa oleh pimpinan.


Pengertian Budaya Korporat

Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengertian dan sara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru seutuhnya. Secara pragmatus, budaya organisasi (perusahaan) dapat diartikan sebagaia: ‘Norma-norma perilaku, sosial, dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas para anggota.” (Tuner, 1992).
Tujuan keberadaan budaya duatu organisai adalah melengkapi anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi.
Budaya korporat terdiri atas dua lapis. Lapisan pertama adalah lapisan yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan secara menyeluruh, dan biasa disebut Visible Artifacts. Seperti misalnya cara orang berpakaian, berdandan serta simbol-simbol. Ia hadir mewakili nilai-nilai yang lebih dalam dari para anggota. Lapisan kedua yang lebih dalam itulah yang sesungguhnya disebut budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat, dan proses berpikir dalam organisasi.


Menata Elemen-elemen Budaya Korporat

Budaya korporat dapat ditumbuhkan dengan menata elemen-elemennya. Dalam melakukan transformasi nilai-nilai, elemen-elemen ini harus ditata kembali, diperiksa seberapa jauh manfaat dan konsisitensinya untuk menimbulkan penafsiran yang sama di antara seluruh pelaku dalam organisasi. Elemen-elemen terebut yakni:


1. Sejarah Korporat

Setiap organisasi punya sejarah yang tidak dapat dihapus begitu saja karena sejarah adalah sumber kekuatan sebuah korporasi (corporate roots). Namun tidak menutup kemungkinan suatu korporasi mengabaikan asal-usulnya, dimana mereka berada dan ke mana akan dibawa.

2. Nilai-nilai Dasar dan Keyakinan

Nilai-nilai dasar (values) dan keyakinan (beliefs) adalah fondasi sebuah identitas korporat. Nilai-niai adalah sesuatu yang memaknia jadi diri seseorang sebagai anggota korporasi (What we stand for) dalam keadaan seperti apapun. Sedangkan keyakinan adalah sesuatu yang dipercayai bersama (a shared vision). Masalahnya, nilai-nilai dan keyakinan yang sering dituangkan ke dalam vii dan misi itu sringn kurang dipahami suatu institusi. Akibatnya nilai-nilai itu tidak lebih dari sekedar pajangan di dinding ketimbang sebuah pahatan yang terukir jelas di hati dan pikiran para karyawan dan ekskutif.

3. Simbol-simbol yang kasatmata

Nilai-nilai dan keyakinan di atas adalah sesuatu yang bersifat sulit dipahami oleh awam dan intangible. Nilai-nilai tersebut perlu diterjemahkan dalam simbol-simbol yang kasat mata, seperti logo, nama perusahaan, cara berpakaian karyawan, dan sebagainya. Simbol-simbol itu selain dimaksudkan agar lebih diingat oleh konsumen, juga agar dijiwai oleh segenap karyawan. Simbol ini menjadi lebih penting bagi perusahaan yang bergerak di sektor jasa yang menjaga pelayanan, kredibilitas dan keramahan manusia didalamnya.

4. Bahasa

Banyak korporat yang menggunakan bentuk bahasa, seperti slogan, moto, filosofi, nahasa percakapan, dan bentuk-bentuk lainnya untuk memberikan arti tertentu kepada karyawannya. Bentuk-bentuk itu digali dari para pendiri yang berperan sebagai pimpinan spiritual perusahaan

5. Ritual dan Seremoni

Budaya perusahaan dapat dikembangkan melalui penggunaan acara-acara tertentu seperti ritual dan seremoni. Ritual adalah sebuah kegiatan yang bersifat ekspresif dan dilakukan melalui serangkaian langkah serial yang konsisten secara rutin atau berulang-ulang.. Ada empat macam bentuk ritual yang dapat dikembangkan yaitu:

1) Ritual Penerimaan

Acara ini di didesain untuk memberikan orientasi kepada anggota baru, sebagai masa transisi bagi seseorang untuk memasuki nilai-nilai social baru dan status baru.

2) Ritual Penguatan

Ritual ini diselenggarakan untuk meningatkan seseorang bahwa ia telah melewati suatu masa tertentu dan memasuki kedudukan yang agak senior dalam perusahaan. Tujuannya adalah memperteguh identitas social dan meningkatkan status karyawan.

3) Ritual Pembaharuan

Acara ini dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan seseorang lewat suatu program pelatihan berjenjang yang sangat kompetitif dan berjangka waktu cukup lama.

4) Ritual Integrasi

Ritual ini dilakukan dengan maksud menciptakan iklim dan perasaan kebersamaan di antara karyawan, dan menimbulkan komitmen terhadap organisasi. Selain ritusl integrasi, ritual tersebut masih dapat dikembangkan menjadi ritul-ritual yang lain, seperti ritual perpisahan, ritual prestasi, ritual kepahlawanan, dengan catatan ritual-ritual itu harus dibuat secara ekspresif dan bertujuan membentuk budaya melalui penanaman nilai-nilai, dengan adanya pengakuan dan penghargaan maka manusia akan menjadi lebih berkomitmen karena merasa dihargai.

5) Kisah

Kisah adalah suatu narasi berdasarkan kejadian sebenarnya dengan beberapa dramatisasi di dalamnya. Dramatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan apresiasi anggota baru terhadap nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan dengan memunculkan pahlawan, legenda atau mitos yang direkayasa tanpa berdasarkan fakta sebenarnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Karakteristik Budaya Korporat

Para sosiolog menemukan bahwa selain mejadi perekat, budaya mencermnkan cara dan pandangan hidup, cara bertindak, merasa, dan berfikir suatu kelompok individu, cara-cara itu lebih banyak dibentuk melalui proses belajar interaktif daripada bawaab lahiriah. Karena budaya terbentuk sebagai proses belajar interaktif maka sesungguhnya budaya suatu institusi dapat saja diintervensi, untuk melakukan intervensi itulah maka perlu memahami karakteristik budaya korpotar. Charles Hampden- Turner (1992) dalam bukunya yang berjudul Creating Corporate Culture From Discor to Harmony memebrikan pengertian yang baik tentang beberapa tentang karakteristik budaya korporat, yatu sebagai berikut:

• Budaya Korporat Dibentuk oleh Keyakinan Individu- Individu Korporat

Budaya dibentuk oleh individu-individu yang cenderung saling menyamakan atau mencocokan perilaunya sehingga membentuk ide-ide, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan informasi-informasi yang konsisten dengan keyakinan mereka. Tentu saja di dalam suatu budaya ada kelompok-kelompok subbudya yang juga membentuk kelompok-kelompok yang lebih homogen.


• Budaya Korporat Mencerminkan Aspirasi Anggota-anggotanya

Budaya dapat dijadikan sumber motivasi yang memuaskan dan memenuhi aspirasi anggota-anggota kelompoknya, budaya korporat juga dapat mempertajam pilihan tersebut dengan membentuk habitat mereka yang berada di dalam kelompok tersebut. Budaya korporat memberikan suatu adanya pengakuan, penghargaan, penerimaan, dengan menciptakan standar, norma-norma yang dapat dijakdikan acuan dalam berperilaku dan berprestasi.


• Budaya Korporat Memiliki Sosiodinamika

Budaya menunjukkan bahwa perilaku hari ini dibentuk dari keputusan-keputusan yang diambil di masa lalu. Dengan demikian, budaya tidak dapat disentuh dalam sekejap. Budaya sendiri memliki sosiodinamika. Sosiodinamika merupakan cirri yang penting diamati dalam masa-masa perubahan. Bagi mereka, sosiodinamika suatu korporat tampak pada identitas kelompok, yang dibangun dari berbagai kejadian dan tradisi bertahun-tahun, tetapi mencerminkan perasaan mendalam terhadap kebanggaan pada hari ini. Sosiodinamika mencerminkan bagaimana suatu kelompok bertarung dengan perubahan. Di satu sisi, secara formal mereka harus menerima, tetapi manakala hal itu bertentangan dengan kebanggaan yang pernah dibangun di masa lalu, mereka bisa melawannya secara informal atau enggan menerimanya begitu saja.


• Budaya Korporat Memiliki Konsekuensi

Budaya korporat ini memiliki konsekuensi baik dari sisi positif, ataupun bisa juga dari sisi negative. Positif karena budaya korporat ini bisa membentuk keyakinan yang akhirnya menciptakan kinerja. Tetapi budaya korporat ini juga bisa menyandang konsekuensi negative yaitu resiko kekecewaan dan meningkatnya ketegangan-ketegangan.


• Budaya Korporat Sulit Dipahami

Sekalipun definisi budaya korporat mudah diterima, dalam praktiknya kenyataannya banyak orang yang kesulitan dalam memahaminya. Budaya korporat dapat dipahami dari sisi penglihatan yang berbeda-beda yang nantinya juga akan menghasilkan makna yang berbeda-beda pula.


Budaya Korporat Membentuk Indentitas, Memperkuat Image, Positioning, dan Pencapaian Tujuan

Budaya membentuk identitas cultural. Sebuah institusi dapat mempertahankan “sense of identity and continuity” hanya bila nilai-nilai, asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan itu secara merata mengalami pertukaran (shared, affirmed, self fulfilling), berbeda (unik), dan tetap di pegang teguh sekalipun medan yang dihadapi berubah.


• Budaya Menuntut Keseimbangan antara Nilai-nilai

Budaya juga menuntut keseimbangan. Budaya perusahaan adalah sebuah tindakan yang menyeimbangkan berbagai hal antara stabiliras dengan goncangan antara berubah (change) dengan jalan terus (continuity). Dalam bergerak kita tidak mungkin melakukan kedua hal yang bertentangan secara maksimal. Demikian pula dalam melakukan perubahan. Ada yang menghancurkan nilai-nilai lama, ada yang melakukan dan ada pula yang menikmatinya. Hampir jarang sekali seorang pemimpin menikmati tiga fase tersebut sekaligus, kecuali ia diberi kekuasaan dan kesehatan yang panjang. Biasanya kalaupun itu terjadi pemimpin itu pula yang akhirnya dianggap sebagai perusak organisasi dan nantinya nilai-nilai yang dibangun harus ditransformasi lagi oleh penggantinya. Budaya merupakan gabungan pikiran dan perasaan dari macam-macam peran yang dapat berjalan kalau seimbang.


• Budaya Korporat “belajar”

Dalam membantu organisasi, budaya berinteraksi dengan informasi. Memang benar bahwa budaya menyandang peran sibernetika, yaitu bergerak secara otomatis seperti pesawat terbang yang dikemudikan oleh computer (autopilot). Dengan kata lain, budaya yang hidup adalah budaya yang belajar dari lingkungan dengan memanfaatkan umpan balik. Budaya tumbuh dan berkembang, hidup karena belajar dan memanfaatkan umpan balik.


• Budaya adalah Pola

Sebuah pola akan berlaku sama, yang satu akan meniru yang lainnya. Cara berpikir dan dan berproses pada suatu bagian memilki cara berpikir pada induknya. Budaya itu seperti pola hologram. Setiap bagiannya mengandung partikel yang mewakili keseluruhannya. Dengan begitu budaya memberikan pola. Budaya bekerja seperti virus, membentuk sebuah pola, sehingga budaya hubungan atasan bawahan tercermin pada hubungan perusahaan dengan pelanggannya. Tetapi, selain itu kita juga mengenal istilah subkultur yang masing-masing memiliki nuansa yang berbeda-beda namun dapat menyatu secara sinergis.


• Budaya Membentuk Hubungan Sinergi

Kata sinergi berasal dari bahasa Yunani yang artinya “bekerja dengan”. Budaya dapat menjadi sinergi kalau kita menghendakinya. Hanya dengan cara begitulah maka nilai-nilai yang saling bertentangan dapat dirajut menjadi satu kesatuan indah yang saling menghormati dan membentuk pola.


• Budaya Terdiri atas Subkultur

Dalam sebuah budaya besar (macroculture), kita bisa menemukan subkultur-subkultur ynag masing-masing mempunyai karakter-karakter yang khas. Demikian pula dalam suatu institusi, selain ada budaya korporat, ada subkultur yang terbentuk oleh kesamaan-kesamaan tertentu seperti, profesi, pendidikan, almamater , jender, social kelas, divisi/unit usaha dan sebagainya. Masing-masing subkultur ini merupakan kekayaan dari sebuah korporat yang perlu bekerja sama dan saling meningkatkan diri. Sebuah macroculture akan menjadi kaya dan memberikan motivasi kalau masing-masing subkultur tersebut saling berinteraksi dan merekatkan diri.


BUDAYA PERUSAHAAN DAN STRATEGI MANAJEMEN

Denison (1990) memperkenalkan empat jenis strategi budaya yang dapat dikembangkan perusahaan sehubungan dengan strategi dan keadaan lingkungan dimana sebuah institusi berada . kategori yang dikembangkan didasarkan atas dua fokus:

a. Keadaan lingkungan kompetitif yang menuntut tindakan : mengubah atau mendiamkan.

b. Fokus strategi: intern dan ekstern.

Sedangkan empat jenis strategi budaya tersebut ialah:


1. Budaya Adaptasi

Pada budaya adaptasi ini orang-orang di dalam institusi diarahkan agar dapat mendukung kapasitas organisasi untuk menangkap tanda-tanda dan menafsirkan tindakan terhadap perubahan ke dalam perilaku baru.

2. Budaya Misi

Budaya ini ditandai oleh keadaan lingkkungan yang relative stabil. Dalam keadaan lingkungan yang stabil, institusi mulai memperhatikan orang-orang di luar dirinya. Tujuannya adalah untuk menyebarkan visi institusi kepada khalayak.

3. Budaya Partisipatif

Budaya ini memfokuskan perhatiannya pada keterlibatan seluruh orang dalam institusi terhadap perubahan lingkungan yang cepat.

4. Budaya Konsisten

Budaya ini dikembangkan dalam keadaan lingkungan yang stabil. Dalam keadaan itu, perusahaan memfokuskan strateginya kearah intern. Symbol, kepahlawanan, dan protokoler dimaksudkan untuk mendukung kerja sama, tradisi, dan mengikuti kebijakan institusi dalam mencapai suatu sasaran tertentu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS